LAPORAN
PPIRS PERIODE
JANUARI-JUNI 2013
|
ANGKA INFEKSI DAN ANALISANYA.
|
PPIRS. RSPG CISARUA BOGOR
|
DAFTAR
ISI
1.
|
DAFTAR
ISI
|
1
|
||
2.
|
PENDAHULUAN
|
2
|
||
3.
|
PENGORGANISASIAN
|
3
|
||
4.
|
ANGKA
INFEKSI DISETIAP RUANGAN RAWAT INAP
|
4
|
||
5.
|
TABEL (RL6)
|
5
|
||
6.
|
ANALISA TABEL RL6
|
6
|
||
7.
|
KEGIATAN
YANG SUDAH DILAKSANAKAN
|
8
|
||
8.
|
PENGGUNAAN ANTI MIKROBA
|
9
|
||
9.
|
PEMBATASAN
PENGUNJUNG
|
10
|
||
10.
|
LAPORRAN
PENGUJIAN BBLK JAKARTA
|
10
|
||
11.
|
BEBERAPA
CATATAN PELAKSANAAN KEGIATAN OK
|
11
|
||
12.
|
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
|
11
|
||
LAPORAN INFEKSI RUMAH SAKIT
TAHUN 2013 (Januari-Juni)
1. PENDAHULUAN
Terjangkitnya infeksi nosokomial/HAIs atau sering
disebut juga infeksi rumah sakit, artinya infeksi yang terjadi dirumah sakit.
Hal ini berimplikasi sangat luas menimbulkan masalah bagi penderita dan dapat
merugikan nama baik rumah sakit.
Sebagai sebuah penyakit yang berdiri sendiri (terlepas
dari keterkaitan penyakit dasar) yang muncul sebagai akibat tindakan medis dan
asuhan keperawatan yang dilakukan baik sesuai SPO atau pun tidak, maka infeksi
nosokomial dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit dasar. Akibat
lain adalah hari rawat yang lebih panjang dan itu berarti perlu adanya tambahan
biaya sedangkan bagi rumah sakit dapat memberikan kesan kurang baik terhadap
pencegahan infeksi yang merupakan indikator keselamatan pasien rumah sakit.
2. PENGORGANISASIAN
Pada tahun ini Pengorganisasian ada perubahan yaitu PPIRS berbentuk Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit,
terdiri dari berbagai unit terkait yang bertanggung jawab kepada
Direktur Medik dan Keperawatan.
Kemudian untuk operasional, ada Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit yang terdiri dari unsur perawat (IPCN
=Infection prevention control nurse dan IPCLN= Infection prevention control
link nurse)
Berdasarkan
SK Direktur Utama Rumah sakit Paru Dr. M. Partowidigdo No: KP.02.0711/5094/2012
Tentang
Pembentukan Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit Paru
dr. M. Partowidigo tanggal 11 Juli 2012.
PPIRS mempunyai peran penting dalam rangka memberikan pelayanan prima
terhadap pasien, baik langsung ataupun tidak langsung. Memberi pengertian dan
tambahan wawasan terhadap pasien dan pengunjungnya tentang perkembangan
penyakit dan kuman setidaknya akan
mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien.
Kendala
yang dihadapi :
Dalam
perjalan kinerjanya PPIRS masih menghadapi beberapa kendala antar lain belum
ditetapkannya IPCN yang fulltime sehingga banyak hal yang tidak tergarap antara
lainnya pembuatan revisi protap, panduan, pedoman, dan beberapa kerjasama yang
semestinya di lakukan dengan unit lainnya
menjadi tidak dapat dilakukan contohnya
mendisain sebuah ruangan seharusnya melibatkan unsur PPIRS untuk
memberikan masukan kepada tim/unit /pihak
yang melaksanakan pembangunan sehingga
sesuai atau paling tidak mendekati kaidah PPI Setidaknya PPI memberikan masukan
tentang Ventilasi untuk sehingga turn over udara diruangan menjadi seimbang, pencahayaan,
dan lain-lain.
Harapan-harapan
Pengorganisasian
PPIRS kedepan bisa memberikan kontribusi yang baik untuk peningkatan mutu layan
di RSPG Cisarua Bogor dan bisa berkolaborasi dengan unit yang lain untuk
kemajuan RSPG dan akhirnya berpartisipasi dalam mewujudkan mayarakat Indonesia yang berkualitas, Sehat dan Mandiri
sehingga usia harapan hidup akan lebih baik.
Analisa Tabel 1.
Table diatas adalah data
dari ruangan rawat inap yang diakumulasikan dan dibagi jumlahnya per item di
kalikan 100. Bila kita melihat angka rata-rata Januari-Juni 2013 sebesar 2,71% masih
diatas angka standar yang telah ditetapkan yaitu dibawah 2% jika kita melihat
pelayanan SPM Kemenkes tahun 2011 untuk angka infeksi tidak boleh lebih dari
1,5%
Bahwa pada table tersebut
terlihat angka infeksi yang paling tinggi adalah akibat tusukan jarum infuse/
IV Catheter yaitu mencapai 2.9%
disusul infeksi luka operasi 0.6 %, decubitus 0,5% pneumoni sebesar 0.8%, infeksi saluran kemih 0.4%. Adapun selanjutnya infeksi luka WSD sebanyak 0,0
%, dan angka sepsis belum pernah dilaporkan, sehingga angka tersebut kami
anggap nihil.
Bila kita lihat
angka di setiap bulannya maka pada bulan Juni 2013 adalah angka yang paling
tinggi dan terburuk pada 5 tahun terakhir, dan ini dipicu dari angka plhebitis
yang mencapai 6.1%.
No
|
Bulan
|
Insiden rate
|
1
|
Januari
|
1.24%
|
2
|
Februari
|
3.14%
|
3
|
Maret
|
1.94%
|
4
|
April
|
2.72%
|
5
|
Mei
|
2.06%
|
6
|
Juni
|
5.67%
|
7
|
Rata-rata
|
2.71%
|
Tabel
selengkapnya pada lampiran
Rumus untuk
mendapatkan inciden rate:
kejadian infeksi
kasus baru X 100%
Semua pasien yang
berpotensi terinfeksi
Rumus untuk
mendapatkan angka rata-rata
Jumlah kejadian
infeksi kasus baru X 100%
Semua pasien yang
dirawat hidup/mati
Bila kita lihat satu
persatu dari data yang terkumpul , phlebitis adalah angka yang paling tinggi
yaitu 2.9% sehingga memicu
peningkatan angka infeksi.
Kemungkinan penyebabnya
adalah ;
1.
Disinfeksi
yang tidak adequat.
2.
Prosedur
yang tidak dijalankan dengan baik saat pemasangan IV Catheter.
3.
Lingkungan
terkontaminasi kuman.
4.
Kepatuhan
cuci tangan petugas saat sebelum melaksanakan tindakan a septic masih sangat rendah, meskipun belum ada data
untuk kepatuhan cuci tangan.
5.
Perawatan
luka / puncture site yang tidak adequate
6.
Penggunaan
IV line ≥ 1 minggu
di satu tempat.
Infeksi luka operasi (ILO) sebesar 0.6% berarti jika
terdapat 1000 pasien maka akan terjadi infeksi sebanyak 6 orang atau 6/mil.
Pneumonia menunjukan angka 0.8% berarti turun dari angka tahun yang lau yang
mencapai 1,34% angka
ini muncul dengan pembanding tirah baring lama sedangkan pasca pemasangan
ventilator di ICU kemudian terjadi pneumonia.
Decubitus juga
menjadi indikator yang sangat penting, disadari atau tidak keperdulian kita
terhadap pasien bisa dinyatakan dengan angka ini dalam 6 bulan terdapat 7 orang
yang decubitus terjadi dirumah sakit dari 1493 orang pasien yang berpotensi
jadi sebesar 0.5% atau 4.7/mil.
infeksi akibat pemasangan
catheter urin 0,4 % ini menunjukan penurunan dibandingan dengan tahun lalu, perlu
diingatkan kembali
bahwa prosedur pemasangan dan prosedur
cuci tangan harus sudah terbiasa.
3.
KEGIATAN YANG SUDAH
DILAKSANAKAN
1. Kampanye Cuci tangan (hand
Hygiene campain)
Adalah masih menjadi sasaran awal untuk
pengendalian infeksi pada tanggal 17 dan 21 Mei 2013 telah dilaksanakan kegitan
pelatihan cuci tangan yang diikuti oleh seluruh
unsur karyawan mulai dari direktur utama, direktur dan stafnya, para
dokter, farmasi, laboratorium, perawat, radiolagi, bag umum, securiti, dan tidak
terkecuali cleaning servise.
Meskipun pada akhirnya peserta yang
mengikuti pelatihan dunyatakan lulus namun pada proses observasi dilapangan
terdapat
i. 86,7 % sudah mengikuti
pelatihan
ii. 94.4 % mencuci
tangan dengan benar
iii. 1.9 % mencuci
tangan salah
iv. 2.36 % mencuci
tangan dengan tahapan yang terlewat
v. 1.4 % mencuci
tangan dengan tahapan yang melompat
vi. Dan ada 13.3 %
(64) orang belum mengikuti pelatihan, akan disusulkan pelatihannya.
2. Kegiatan sosialisasi dan orientasi PPIRS
bagi karyawan baru
1. Pada 5 April 2013
melaksanakan kegiatan orientasi pada karyawan baru
2. Pada 22 April
2013 kami melakukan kegitan sosialisasi kepada teman-teman perawat di ruang tanjung
3. Evaluasi Program
Dari Kegiatan Pokok Program
Program kepada pasien dan pengunjung rumah sakit:
Program pendidikan dan pelatihan kepada pasein dan
penunggunya belum dilaksanakan secara berkesinambungan. Sosialisasi tentang
pengendalian infeksi masih sangat minim dilakukan, memberikan informasi tentang
pengendalian infeksi kepada pengunjung menjadi bagian yang cukup penting untuk
bisa terkendalinya infeksi nosokomial (HAIs)
Program pendidikan kepada petugas sedikit demi sedikit
sudah berjalan, orientasi petugas/karyawan baru siswa perawat, sudah
dilaksanakan meskipun belum sepenuhnya. Untuk tahap awal program sudah
dilaksanakan kegiatan pelatihan cuci tangan.
Program immunisasi belum dapat dilaksanakan pada bulan
ini karena terbentur dengan anggaran, demikian juga dengan immunisasi bagi
petugas/karyawan yang rencananya akan dilakukan immunisasi Hep.B
Beberapa pelatihan tindakan invasif, penanganan pasien
infeksius dan pelatihan sterilisasi bagi petugas CSSD belum diperlukan karena
petugas yang ada baru 2 tahun yang lalu sudah mengikuti pelatihan CSSD.
Untuk Survey dapat terlaksana secara rutin untuk melihat
mutu pelayanan ditinjau dari beberapa angka infeksi yang antara lain ISK, ILO,
pneumania, tusukan jarum infus, sepsis, decubitus dan angka infeksi pada
pemasangan WSD.
Terkait dengan program penyehatan lingkungan dirasakan
masih perlu banyak koreksi
4. Tata hubungan kerja
Sampai saat ini ada hal yang perlu kita koreksi bersama,
yaitu tentang pelaksanaan pembangunan, yang belum pernah meminta masukan kepada
PPI tentang bagimana tinjauan PPI dengan pembangunan yang ada ; contohnya
bangunan ICU sangat mengabaikan pentingnya petukaran udara secara alamiah,
begitu juga bangunan Radiologi yang baru dibuka banyak ruangan yang tidak ada
ventilasinya sehingga perputaran udara menjadi sangat minimal.
Selain itu juga disyaratkan untuk menutup area yang
sedang dibanagun /direnovasi terkait dengan menjaga /meminimalisir kontaminasi
udara dari debu, sehingga protap yang dibuat belum tersosialisasi dengan baik.
4.
PENGGUNAAN ANTI MIKROBA
Penggunaan antibiotika dan antimikroba
di RSPG belum ada standarisasi / formularium yang disepakati. Pada umumnya antimikroba
yang digunakan adalah sepalosforin generasi III, karena dokter lebih
mengutamakan kesembuhan pasiennya dengan cara pemberian antimikroba yang
dipercaya. Sepalosporin gen III adalah antimikroba yang banyak dipilih, kemudia
golongan quinolon dan gol penisilin adalah pilihan ke 3.
Bahwa pemetaan kuman di RSPG belum
pernah dilakukan dimana hasil peta kuman dapat digunakan untuk keperluan
penggunaan antibiotika dan antimikroba yang wajar. Karena biaya untuk peta kuman cukup mahal maka boleh
juga disepakati berdasarkan empiris yang dikumpulkan oleh praktisi disepakati
dan diusulkan menjadi standar / formularium yang berlaku, sehingga antibiotika
di RSPG dapat di kendalikan.
Hal ini diperlukan karena pada umumnya
kuman akan bermutasi menjadi resisten
ketika terpapar, dan sedikit demi sedikit kuman akan membuat pertahan dirinya
dengan bermutasi dan akhirnya kuman
resisten.
5.
PEMBATASAN PENGUNJUNG
Sampai saat ini
bila kita perhatikan pembatasan waktu berkunjung masih belum sempurna meskipun
sudah banyak peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya.
Pembatasan
pengunjung selain waktu juga pada anak-anak dibawah 12 tahun masih banyak yang
lolos.
Diruang kelas VIP
melati belum bisa dilaksanakan pembatasan pengunjung, sehingga terkadang
ruangan menjadi penuh dan pengap, sehingga tidak salah jika melati menjadi
salah satu ruangan yang memberikan kontribusi meningkatnya angka infeksi. Juga
diruangan lain yang seharusnya menjadi ruangan “isolasi” digunakan juga oleh keluarga pasein untuk tidur dan
menunggu pasien diruangan yang sama/diruang rawat. Sehingga sudah sering
ditemukan yang dulunya menunggu pasien sekarang menjadi pasien.
6.
LAPORRAN PENGUJIAN BBLK JAKARTA
Pada tanggal 17
Mei 2013 telah dilakukan uji bakteri udara.
Di ruang teratai lt 2 terdapat
staphylococcus aureus dan staphylococcus
aureus sp
Di ruang OK kmr 1 terdapat
staphylococcus aureus sp
Di ruang anggrek terdapat
staphylococcus aureus sp
Disemua ruangan terdapat jamur
Pada pemeriksaan usap linen di kamar
bedah terdapat Bacillus sp pada baju oprasi
Pemeriksaan air bersih cliform
memenuhi standar yang dipersyaratkan, sehingga kualitas air masih baik.
Pada pemeriksaan usap alat dapur,
jumlah kuman pada nampan, mangkok, pisin lauk, piring, dan plato semua terdapat
kuman diatas ambang batas yang dipersyaratkan.
7(Tujuh) orang yang diperiksa rectal
swab semuanya negatif
Pada nasi putih, pepes ayam, sayur
sop oyong, tempe bacem terdapat
escherichia coli <1,0x101 dan
angka yang dipersyaratkan 0.
Dari hasil pemeriksaan udara dan
usap alat dan makanan maka kita dapat mengantisipasi beberapa hal antara lain
tidak terjadi wabah diare di rumah sakit.
7.
BEBERAPA CATATAN PELAKSANAAN
KEGIATAN DI OK TERKAIT DENGAN PPI
1.
Ketika
kita masuk ke OK di area Kotor kita wajib melepaskan alas kali / sepatu yang
berasal dari luar Ok, akan tetapi kursi roda / brandcar dari luar bisa masuk
sampai ke ruang tindakan.
2.
Belum
adanya petunjuk / batas yang memisahkan area-area di OK, termasuk area
pasien preoprasi dan postoprasi, sehingga kedepan masuk dan keluar pasien dari
pintu yang berbeda.
8.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.
Kesimpulan
Angka Infeksi rumah sakit / HAIs, di
RSPG masih terlalu tinggi dan perlu pengendalian yang lebih intensif terutama
pada bulan Juni 2013 angka infeksinya mencapai 5.67% jadi rata-rata dalam 6 bulan terakhir 2.71%.
Perlu dilakukan langkah-langkah yang
kongkrit untuk pengendalian infeksi ini sehingga manfaat pelatihan cuci tangan
masih sangat rendah korelasinya untuk pengendalian infeksi.
2. Rekomendasi
1) Perlu adanya
pelatihan / Refresh untuk pemasangan IV Chateter, dan pelatihan penangan pasien
menular.
2) Kepada Komite Medik segera
membuat usulan penggunaan antibiotic dan antimikroba yang wajar, bila belum mungkin
dilaksanakan peta kuman maka boleh kita buat secara empiris.
3) Pengumpulan data /
pelaporan harus sesuai dengan kejadiannya dan harus dipahami kapan kita
laporkan sebagai infeksi, sehingga tidak ada yang ditutupi atau bahkan
dilebihkan.
4) Perlu pemahaman semua pihak
tentang pembatasan kunjungan dimana waktu belum terkontrol dan anak-anak
dibawah 12 tahun masih banyak yang masuk keruangan rawat inap.
5) Selayaknya Poli bedah dilaksanakan di poliklinik saja sehingga OK
hanya digunakan sesuai fungsinya, sesuai aturan yang ada.
6) Perlu difikirkan cara
evakuasi pasien dengan kursi roda yang masuk dan keluar OK, karena bila diperhatikan sepatu
petugas harus dilepas, sementara kursi roda masuk dengan frekwensinya cukup
tinggi. Sebaiknya juga diatur pasien pre dan postop tidak satu pintu.
7) Kedepan mungkin dapat
disediakan tisu towel untuk mengeringkan tangan setelah mencuci tangan / hand
washing, karena mengeringkan tangan sudah tidak direkomendasikan dengan
menggunakan handuk yang sehari ganti.
8) Dukungan manajemen yang
berkesinambungan sangat dibutuhkan untuk pelayanan yang baik dan berkualitas.
3. Penutup
Demikian laporan ini di buat mudah-mudahan bisa menjadi bahan pertimbangan
untuk beberapa kebijakan yang menyangkut
PPIRS, tentunya untuk kemajuan rumah
sakit yang dapat memberikan pelayanan yang bermutu, dan turut
berkontribusi untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan mandiri.
PPIRS.
RSPG CISARUA BOGOR
KETUA
Dr. Saladdin Tjokronegoro, SpBTKV
Nip.
197406032009121001